Allahu Akbar Allahu Akbar Lailahaillallah…
dengungan Adzan itu terus berkumandang mengheningkan ruangan. Aku mendengarnya begitu indah, menenangkan, membuatku terharu. Ada sesuatu yang membuatku tercengang. lantunan suara itu menggema dari segala penjuru. Padahal di dalam ruangan tak ada siapapun, kecuali aku, sendiri.
Seakan ada magnet yang menempel kepadaku untuk melangkah. Aku tak tahu pasti ke mana aku menuju, Yang kuinginkankan berjumpa dengan cinta-NYA, seakan menyatu. Lalu aku tiba di suatu tempat, entah di mana. Di sekelilingku telah berada seseorang berpakaian putih rapi, menyapaku dengan penuh kehangatan dan senyum sumringah.
Sesaat aku terhening. Aku sangat senang dengan suasana itu. suasana rindu, dengan penuh kebersamaan, yang tetap tersemai di setiap kalbu. Suasana itu selalu dan setia menyejukkan hati yang dicengkram rindu. Setiap aku hadir, kusapa setiap orang yang kutemu, kadangkala senyum atau berjuta rindu. Dan mereka selalu membalasnya dengan doa sapu jagat untukku. “Oh… salam sejahtera semoga tetap tersemai di libuk hati kita”.
Aku tak tahu pasti, apakah aku akan bertemu dengan mereka kembali, atau akan berpisah esok hari. Yang pasti, aku tak pernah melupakan pertemuanku, ketika mereka berada di tempat itu. Aku akan tetap merasa tenang. Mengapa aku begitu tenang di tempat itu? aku juga tak tahu. Aku selalu merasa tenang tak terbilang melihat wajah seri dan senyum manis dari mereka.
Kadangkala aku menjumpai mereka sedang berdzikir, bersandar di tiang masjid, sambil menundukkan wajah mereka ke hadirat Ilahi. Bahkan sekali waktu, aku pernah melihat mereka sedang khusuk di pojok masjid, di atas sajadah suci.
Sempat terbersit, ingin menghampiri dan bertanya lebih jauh tentang agama, tapi selalu urung dan urung lagi. “Ah.. untuk apa, bagiku cukup bisa berteduh di bawah naungan masjid ini”. Padahal, jauh di lubuk hatiku, ada sesuatu yang menggerakkanku untuk lebih dekat hadir bersama mereka. Begitu banyak jamaah di masjid, tapi aku merasa malu dan malu kepada mereka.
Dan aku sekarang ada di hadapan mereka. Wajah yang seolah memancarkan cahaya. Begitu bersih nan berseri.
mereka menyuruhku duduk tenang, lalu memberiku sepucuk kertas bertebar ilmu, sama seperti yang sedang mereka baca. Mereka menuntunku belajar tata cara shalat.
mereka memanjatkan doa untukku , sehingga aku seakan terperdaya oleh segepok dosa, Rabbanaa dzalamnaa anfusanaa... Mereka mengulang-ulang doa ampunan itu seraya mengajakku untuk mengucap amiin.