Minggu, 29 Mei 2011

Hikmah Dalam Diam

“Berbicara itu karang, diam itu mutiara”
Sahabat Smart yang budiman, dikala Allah mengilhami manusia berupa lisan tak bertulang berarti Allah menghendaki kebaikan. Kebaikan yang tersirat dari untaian kata hikmah dari lisan, ungkapan mulia dan diolah terlebih dahulu sebelum dilepaskan dan dicerna oleh orang lain. Anda yakin bahwa dengan karunia lisan tentunya seorang manusia lebih leluasa untuk mengekspresikan rasa dan asa dalam diri. Dengan lisan anda bersyukur “Alhamdulillah atas segala nikmat Ilahi,” dengan lisan anda menyemai nasihat-nasihat kepada orang lain. Lisan sungguh memberi kontribusi besar dalam hidup manusia.


Sahabat Smart yang budiman, di luar hak lisan untuk meloncatkan beribu ucapan, mengutarakan berjuta argumen dihadapan khalayak ramai. Tentunya lisan memiliki hak untuk “Diam”. Kenapa demikian? Karena Lisan tak ubahnya mata yang membutuhkan tidur, tak ubahnya kaki, tangan yang membutuhkan waktu istirahat. Pun dengan lisan, panca ini memiliki hak untuk sedikit menenangkan diri dari kicauan.

Diam merupakan aktifitas yang pasif tapi unik. Pasif karena kebanyakan orang menilai sesuatu dikatakan aktif kalau sesuatu itu bergerak dan menghasilkan action. Bagaimana dengan diam? Kepasifan diam ternyata beda dengan kepasifan hal lain. Kepasifan diam menitipkan banyak keunikan yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas spiritual diri, kok bisa?
Sahabat smart yang budiman, Rasulullah SAW berpatuah bahwa ciri orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir adalah jika  ia berucap yang baik atau lebih baik diam. Patuah yang mencerminkan kepribadian Rasul SAW dikala bersama para Sahabat beliau. Di setiap ucapan beliau diyakini mengandung hikmah penuh kebijakan yang tentunya tak lepas dari bimbingan Ilahi. 

Fisher dalam bukunya “Getting to yes” mengungkapkan: Diam adalah salah satu senjata terbaik dari sekian senjata yang anda miliki. Jika mereka mengusulkan sesuatu yang tak masuk akal atau menyerang anda yang anda anggap tidak adil, langkah terbaik yang dapat anda lakukan adalah berdiam diri dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun…[1]
 
Perpaduan antara patuah Rasul SAW dengan ungkapan Fisher mangandung makna:
  1. Diam ialah langkah yang tepat untuk menekan ucapan-ucapan yang tak pantas dilontarkan kepada orang lain. Diam dari menggunjing orang lain, diam dari marah, diam dari mengolok-olok..diam dan diam dari hal negatif.
  2. Diam menandakan jawaban aktif yang diungkapkan dengan gaya pasif. Diam untuk menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan, diam dari hal-hal yang tidak sesuai dengan selera, seperti yang dimisalkan Fisher di atas.
  3. Diam sebagai sarana untuk memperkaya kualitas spiritual. Dengan diam anda dapat memperbanyak introspeksi diri daripada memberi penilaian pada orang lain. Dengan diam anda dapat menilai diri anda dari pihak orang lain. Memperbanyak mendengar tanggapan dari orang  lain itu juga dapat memperkaya dalam menilai diri anda dari sudut pandang orang lain.
Penulis Parker Palmer mengatakan: “dengan diam kita mencoba mencari bimbingan dari diri kita sendiri. Terkadang kita mengatakan sesuatu, kita mengerti apa maksudnya. Tapi sering kita tidak mengerti…kita perlu mendengarkan apa yang dikatakan hidup kita dan mengambil hikmahnya, kalau-kalau kita melupakan kebenaran kita sendiri”.

Sabahabat Smart yang budiman, sungguh diam bak mutiara di dasar lautan, mutiara yang memancarkan kilauan pertanda kewibawaan. Yakinlah tak semua kepiawaian itu disalurkan dengan omongan namun dapat diraih dari diam. Melestarikan Diam tentu lebih utama dari ucapan tak bermakna, melestarikan diam lebih memancarkan kebijakan dari ungkapan yang panjang tapi tak berharga. 

Akhirnya Diam menjadi power dalam mencetak spiritual tangguh, dalam memaknai diri, mengerti akan pribadi baik dari sudut diri sendiri atau dari sudut orang lain. Harapan semoga dengan budaya diam anda dan kita semua dapat memetik mutiara penuh hikmah di hadapan diri kita sendiri , orang lain dan di sisi Allah SWT.


[1] . Kutipan dari buku “Emotion Discipline” karya Charles C.Manz