Tak seorang pun di dunia ini yang mengharap Kesulitan. Bagaimana tidak, kesulitan yang tak perlu dicari saja sering hadir apalagi sengaja dicari?! Yang jelas siapapun kita, apa pun kedudukan kita jangan berharap lepas dari Kesulitan. Tinggal bagaimana kita menyikapi semua itu agar tidak menimbulkan segala yang tidak diharapkan, “kegagalan hati”.
Adalah Kemudahan yang sesungguhnya dicari dan diburu. Siapa coba yang nggak ingin urusannya berjalan mulus? Siapa coba yang nggak ingin semua kesulitan berubah menjadi Kemudahan? Semua ingin “Mudah”.
Sahabat pembaca yang budiman, saya ingin mengajak anda bagaimana memaknai kemudahan? Barangkali Kemudahan itu suatu hasil yang sulit untuk digambarkan namun dapat dirasakan. Atau Kemudahan itu lawan dari Kesulitan. Atau Kemudahan sebagai jalan yang diburu. Nah, bagaimana menurut anda? Tentu anda pernah merasakan Kemudahan bukan? Baik itu kemudahan yang muncul dari diri anda atau dari perantara orang lain.
Sahabat pembaca yang budiman, “Sesungguhnya setelah kesulitan itu akan datang Kemudahan”. Kemudahan berarti Solusi dari setiap kesulitan. Solusi yang tentunya membutuhkan bumbu “Proses” menghantarkan pada Kemudahan dimaksud. Misalnya, seseorang merasa berat untuk menjalankan syariat (seperti Shalat, bersedekah, dll). Kata-kata –berat- di dalam kalimat itu sebagai indikasi adanya Kesulitan. Sebagai prosesnya perlu dijawab beberapa pertanyaan: pertama, Kenapa kesulitan itu datang? Apa karena kurang semangat, atau malas untuk membaca buku-buku agama?. Kedua, apakah seseoarang mampu bertahan dalam kesulitan?. Jika seseorang sudah tahu faktor utama timbulnya kesulitan itu maka ia akan tahu bagaimana cara mengobatinya (Kemudahan, itulah solusinya).
Ketika faktor utama kesulitan itu karena kurang giat, kurang serius. Berarti untuk menuju kemudahan dengan cara perbanyak baca buku keagamaan, sering bertanya kepada ahli agama, rajin mengikuti pengajian, diskusi keagamaan hingga akhirnya dapat memahami apa yang awalnya dirasa susah bahkan lebih dari itu.
Kemudahan dan Hati
Sahabat pembaca yang budiman, saya berpikir bagaimana cara mengorelasikan antara kemudahan dengan hati. Apa maksudnya? Begini, Kemudahan atau solusi yang telah kita bahas diatas adalah kemudahan positif sebagai solusi dari kesulitan. Sekarang, pernahkah anda melihat atau mengalami adanya Kemudahan ‘Negatif’?.
Saya ambil contoh riil dalam keseharian kita. Kita semua pasti tahu kan istilah “Trans Jakarta” atau Busway?. Terutama yang berdomisili di ibu kota sering bersahabat dengan kendaraan itu. Yah, minimal tahu lah dari berita-berita tentang Busway. Bagaimana penilaian anda tentang Busway, apakah termasuk solusi positif ataukah negatif? Perlu pembahasan lebih lanjut.
Sahabat pembaca yang budiman, kita tidak bisa memungkiri bahwa segala sesuatu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kalau kita tengok kembali tujuan hadirnya Busway adalah sebagai kelancaran lalu-lintas agak tidak terlalu macet. Itu adalah solusi dan kemudahan. Memang betul, awalnya Busway diperuntukkan bagi para pegawai, pekerja, wirausaha yang ingin menghindar dari kemacetan maka mereka memilih Busway sebagai solusi. Kita sepakat akan fungsi Busway sebagai solusi kemacetan. Bagaimana dengan realita sekarang?
Kalau dikatakan mengurangi kemacetan sih nggak juga. Karena macetnya pindah ke loket Busway. Mungkin karena banyak yang memilih Busway jadi nggak heran kalau antrian mengular terlihat di loket-loket. Lain lagi dengan hal yang menjadikan Busway sebagai “Solusi negatif” alasannya apa? Karana Busway diperuntukkan untuk “Umum”. Laki-laki perempuan, tua muda, pelajar pengusaha. Kenapa menjadi negatif? Negatif dari sisi kurang terjaganya hati. Bisa dinilai dengan kedua mata sendiri bagaimana kondisi di dalam Busway itu, sesak, padat, laki-laki dan perempuan menjadi satu. Tak jarang senggal senggol, kanan kiri (walau tidak sengaja alias darurat). Sehingga tak heran jika menjadi ajang pelumpuhan hati.
Hal di atas sesungguhnya menjadi polemik di tengah ibu kota. Sehingga kita harus kembali bagaimana mengorelasikan antara solusi dan hati. Bagaimana agar solusi itu sejalan dengan nilai Kebaikan, nilai keluhuran. Bagaimana agar Busway tidak menjadi ajang campur aduk laki-laki dan perempuan. Barangkali kita bisa menawarkan beberapa solusi agar menjadi “kemudahan positif”. Pertama, pihak pemerintah menyediakan Busway khusus untuk kalangan perempuan. Namun kayaknya agak sulit yah? Kan belum dicoba! Kedua, nggak mengapa laki-laki dan perempuan dalam satu busway. Namun, disediakan ruangan khusus untuk perempuan, bisa di bangku belakang atau gerbong belakang khusus perempuan (untuk Busway dua gebong).
Sahabat pembaca yang budiman, tentunya tidak mudah untuk merealisasikan “Kemudahan positif” itu. Namun, bagi kita yang mengutamakan keselamatan hati yakinlah solusi di atas akan selalu dinanti langkahnya dari pemerintah.mudah-mudahan menjadi catatan penting buat pemerintah untuk menyediakan Busway hati. Ingat! Yang kita harapkan “Kemudahan Positif!!”
Salam Smart!!
0 komentar:
Posting Komentar