Selasa, 10 Mei 2011

Ternyata Dia Tahu!

Sahabat pembaca yang budiman, Acapkali seseorang merasa dirinya yang paling benar, paling bisa baik dalam bidang ilmu tertentu ataupun umum. pribadinya merasa telah memiliki segudang ilmu, telah meraup beribu-ribu lembaran ilmu. Tak merasa jenuh berteman kitab seharian, karena aktifitas itu telah menyatu dalam patrinya. Dari hasil kerangka bacaan itu tak jarang orang lain menjadikannya referensi dalam perihal agama, urusan dunia (pokoknya mantap deh..ibarat lautan semua telah dia arungi). Sering diundang ke berbagai tempat untuk mengumandangkan syiar agama. Namanya semakin mencuat, aktif di berbagai medan dakwah. Majalah dia penuhi dengan karya-karya menggugah, jejaring sosial dia jadikan sebagai ajang penyampai nasihat. Dan seakan hidupnya tertumpah untuk sebuah kata “Dakwah”.


Anda, saya dan kita semua percaya bahwa ilustrasi di atas merupakan jalan utama bagi insan yaitu mensyiarkan nilai-nilai agama. Namun, perlu diingat bahwa setinggi apapun kita meloncat pastikan ada yang lebih tinggi dari kita, “dan di atas orang yang paling cerdik sekalipun ada yang mahaTahu dan mahaKuasa”. Jika anda orang ternama, bukan berarti terbaik!. Anda  berkepribadian baik, bukan berarti paling utama!. Hati yang baik, hati yang utama akan mengatakan “di setiap kesuksesan sesungguhnya ada kekuatan yang mendorongnya, itulah -Kekurangan-“. 

Tak disangsikan seorang da’I bisa terjangkiti penyakit sombong jika tidak menyadari bahwa setiap yang terucap dari kata, setiap nasihat yang terungkap hanyalah kehendak dari Allah SWT. Ilmu yang didapatnya hanya akan menghantarkan kepada kebinasaan semata “Karena terlalu berbangga diri terhadap yang dipunya!”. 

Para pembaca yang budiman, bukan berarti setiap yang tampak baik akan bernilai baik. Bukan berarti perkataan sopan akan menyulut pada perbuatan yang sopan juga. Namun, bisa saja semua itu akan berbalik arah Sembilan puluh Sembilan persen. Kenapa? Karena kurangnya kesadaran hati untuk berinteraksi dengan Allah SWT.
Hati yang damai akan mengatakan “cukup di sini urusanku dengan manusia”. Kembali kepada Allah dalam setiap hal sesugguhnya akan  menghantarkan hati pada kebeningan, menghantarkan jiwa pada kesejahtaraan, yakinkan! Setiap yang terucap semata mengharap ridha dari Allah SWT.

Sahabat pembaca yang budiman, banyak yang menyangka segala sesuatu dinilai dari dzahirnya “yang tampak oleh mata”. Di kala melihat orang rajin beribadah, rajin puasa, pastikan orang itu dalam kebaikan, dan penilaian kita adalah Positif. Sedang di kala melihat orang malas beribadah, sering mengadu domba, pastikan orang itu dalam kecelakaan dan penilaian untuknya adalah negatif. 

Adalah benar kita dituntut untuk menilai prilaku seseorang dari luarnya, agar tidak menimbulkan prasangka buruk padanya. Sehingga apa yang tampak oleh mata itulah yang menjadi penilaian kita baik atau buruknya kepribadian seseorang itu.
Kita sebagai hamba Allah tentunya menginginkan kebaikan dzahir dan batin “intern dan ekstern” dari diri kita. Saat perbuatan dzahir kita baik kita pun berharap lebih dari itu untuk yang batinnya. Karena yang batin hanyalah diri kita dan Allah semata yang mengetahui. Barangkali seseorang berkata lembut di hadapan khalayak ramai, namun, kepada suami dan anak di rumah dia berlagak  singa kelaparan, hawanya panas, emosi tinggi. Barangkali seseorang berkumandang kebaikan, menganjurkan kejujuran namun, di luar sana dia malah mengingkari ajakannya, Na’udzubillah.

Sahabat pembaca yang budiman, menata hati lebih dini adalah ikhtiar yang selayaknya dikedepankan. Usaha-usaha untuk dunia terus disemai namun hati jangan sampai terlupa, kita semua sadar bahwa semua kita akan kembali padaNya jua. Kehadiran kita di persidangan kelak menjadi tujuan mendasar untuk gemar memperbaiki kualitas Hati.
Baik di luar juga baik di dalam! Hati mulia berusaha menyeimbangkan antara apa yang ia katakana lewat lisan dan apa yang ia yakini dalam hati. Dan sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang tampak dari kita maupun yang tersembunyi di lubuk hati. Maka selalu dalam kondisi –Ishlah-  adalah jalan utama mendewasakan hati.

Cukuplah Allah menjadi saksi atas apa yang tampak dan yang tersembunyi dari kita. Karena disadari ataupun tidak semua itu tercatat disisiNya sebagai bahan timbangan kelak di akhirat. Kita  sebagai hambaNya yang mulia, mendamba kebaikan dunia dan akhirat sudah seyogyanya menata kembali hati agar lebih dewasa. Ilahi, sesunggungnya engkau mengetahui apa yang tampak dari kami dan apa yang tersembunyi. Dan sungguh tidak ada sedikit pun yang tersembunyi di hadapanmu dari segala yang kami perbuat. Hanya ampunan dan kemaafan yang selalu hamba harap darimu ya Rabb.
Salam Smart!

0 komentar:

Posting Komentar