Minggu, 15 Mei 2011

Keputusan Bu Susan: Semilir Angin Menampar Pipi

Salam Smart!!

Terbesit dalam sanubari bu susanti [guru akhlak di MI al-Muhajir] setangkai keinginan menjadikan lembaga yang baru berusia 10 tahun itu sebagai wadah penggemblengan khusus buat generasi islam. Bu susan “panggilan akrab beliau” merasa lebih lega hidup di dunia pendidikan, mengabdikan segenap kemampuan guna menyalurkan ilmu kepada anak didik.

Bu susan guru favorit yang menyuguhkan kesejukan di hati murid, menyimpan gaya pengajaran yang lebih diterima oleh mereka “bu susan, sekiranya ibu punya waktu luang buat belajar tambahan kami,” suara mengeroyok dari kelas 6.
Keramahan bu susan semakin terasa ketika esok harinya dihadapkan dengan fenomena baru, beberapa murid kesayangannya “Ridwan, maman, dkk” telat masuk kelas. Tak segan bu susan membariskan mereka di depan kelas.

“siaap grak..! kenapa kalian pada terlambat murid-murid ibu tercinta??”

“beragam alasan ini dan itu ridwan mengelak”


Bu susan peramah tetap menjatuhkan sangsi kepada mereka yang cukup bandel itu dengan menyuruh mereka beroperasi semut [memungut sampah-sampah berserakan] di sekitar kelas. “ayoo, buruan! Ibu harap dengan hukuman ringan ini kalian berpikir untuk tidak telat lagi!”.

Beberapa waktu kemudian, secara tak sengaja pak kepala sekolah “Mahmud” tampak keluar dari kantor pusat guna meninjau proses belajar. perhatian pak Mahmud terpusat pada gerak-gerik ridwan, dkk yang sedang bergerak ke kanan ke kiri memungut sampah berserakan.

Pak Mahmud cukup heran melihat gerak-gerik itu, “apa kesalahan mereka? Kenapa hukumannya sekadar memungut sampah-sampat itu? Apa nggak ada hukuman lain yang lebih dari itu??”. Pak Mahmud dengan egonya telah sering menjatuhkan hukuman berat kepada para murid, keliling lokasi sekolah, berjemur di bawah terik matahari, menyirami seluruh taman sekolah dan hukuman lain yang membuat para murid jera.. tapi nyatanya…?
Melihat kelakuan bu susan yang tampak toleran terhadap sangsi murid, akhirnya di saat jam istirahat pak Mahmud memanggilnya ke kantor pusat.
***
“tok..tok..Assalamualaikum”

“waalaikumsalam, silahkan masuk!”

“lho, pak Mahmud, emang sekarang ada agenda rapat yah, tapi kok mendadak gini?”

Sembari membuka catatan hitam murid, pak Mahmud membuka suara, berbincang, menggugat berbumbu ego “Bu susan, saya pikir bu susan telah tahu sistem kita di sini. Terutama masalah sangsi bagi murid.. saya tadi melihat kembali sikap bu susan yang begitu toleran terhadap sangsi itu”
Bu susan berwajah ceria berbusana keramahan berusaha mendinginkan emosi pak Mahmud yang sempat menanjak.
“pak kepala sekolah, susan yakin bapak tak setuju dengan kebijakan pribadi susan yang menurut bapak terlalu toleran itu”

“jelas..jelas saya tak setuju. Bu susan telah memanjakan mereka dengan sangsi itu, saya yakin kedepan bakal ada pelanggaran yang lebih heboh lagi”

Walau demikian, bu susan merasa kurang tepat dengan kebijakan pribadinya yang tak sesuai kepala sekolah. Bu susan hanya ingin mengingatkan bahwa tugas guru adalah sebagai pembimbing, sebagai pendidik kepada akhlak yang baik.
“apa jadinya jika para murid dijatuhi sangsi berat, keliling lokasi sekolah, dijemur, dll, itu bukan tugas murid pak!!,” gumam bu susan dalam hati.
Pak Mahmud semakin menggugat kebijakan bu susan

“sebenarnya bukan hanya sekali ini saya dapati bu susan bersikap toleran pada murid. Saya rasa ini tidak bisa dibiarkan terus berlalu karena bisa mengikis image sekolah ini.. maka dengan hormat saya sampaikan jika bu susan masih tetap bersikeras mempertahankan sistem itu, atau tidak senang dengan kebijakan kami, maka dengan hormat silahkan bu susan mencari tempat yang lebih cocok buat sisitem ibu itu!!”

“dugg..dugg..dugg.. perasaan bu susan menggetar kencang mendengar suara beringas ego itu”. Namun, bu susan tetap bertahan pada prinsipnya yang toleran itu. Dengan penuh keyakinan bu susan menanggapi “ pak Mahmud, saya di sini hanya sebagai guru biasa, tak ada yang lebih membanggakan buatku selain bisa mencerdaskan anak didik tercinta dengan cara penuh hikmah, sarat kasih sayang dan tanpa kekerasan!!.

“tapi, tapi bu susan telah mengikis image sekolah ini. Bu susan telah..bu susan telah..!.

“benar, saya sadar akan kebijakan itu. Namun pak Mahmud juga harus pertimbangkan efek dari sangsi berat yang selama ini diberlakukan!

“tidak..tidak bisa sistem itu dibantah! Enak saja merubah sistem semaumu.. kalau memang bu susan tidak setuju silahkan angkat map dari sekolah ini, titik.”
Kantor serasa hangus terbakar mendengar gertakan itu. bu susan peramah tetap menghadapinya denga tenang.

“baiklah, maafkan saya jika kebijakan pribadi susan telah menodai sistem sekolah”
“saya tidak merasa sedih sedikit pun meninggalkan sekolah ini. Namun tolong berikan kesempatan kepada saya untuk berkumpul dengan para murid mengucapkan salam terakhir saya!”
“Allahumma ya Rabb limpahkan ketabahan pada hati ini serta bukalah pintu kesadaran di relung hati pak Mahmud,” bu susan berharap lirih dalam hati.
***
Pak Mahmud, bu susan, dewan guru dan murid telah berada di lapangan. Semua merasa heran “ada apa ini…tiba-tiba kok kumpul begini..”
Ridwan, maman,dkk tampak di barisan depan, sedang pak Mahmud mulai membuka map berisi keputusan pemberhentian bu susan sebagai pengajar di MI al-Muhajir.

Seketika lapangan pecah, suara penolakan berhamburan “tidak..tidak.. jangan tinggalkan kami bu susan!. Namun, suara itu bak semilir angin menampar pipi, hampa.

Bu susan dengan tegar membuka suara. Dewan guru, para murid, semua menatap cahaya yang sesaat lagi senja.
“anak-anakku tercinta, cinta bu susan kepada kalian melibihi cinta ibu pada diri sendiri. Tetaplah kalian pada semangat belajar, jangan pernah bandel,. Ibu sangat sayang pada kalian. Walau ke depan ibu tak bersama kalian lagi di sekolah ini, tapi pintu rumah ibu terbuka lebar untuk kalian. Selamat tingal anak-anakku tercinta..selamat tinggal!.

Ooh hujan air mata turun membanjiri lapangan. Beribu duka, berjuta pilu menemani kepergian bu susan,, tapi apa boleh dikata…selamat jalan bu susan!.
Notes:

  1. Tidak gampang merubah sikap keegoisan seseorang, selama ia tidak menyadari apa yang ia lakukan adalah keegoisan,
  2. Keteguhan terhadap kebenaran harus dipertahankan meskipun getah bahaya menghadang.
                                                                                                 Tulisan ini pernah diposting di Facebook